Masih
dengan sekotak kasih berbalut tetesan mutiara...
Atas
'cinta' dan 'rindu' yang menggeluti skenario panggung kehidupan.
Sejatinya,
nurani selalu merindu dekapan malam dalam jumpa dengan Rabbi. Selalu terselip
iri pada insan yang tak henti mencintai-Nya dan mengejar cinta-Nya melalui
lantunan merdu tiap lembaran mushaf yang bernada rindu penuh pengharapan. Tiap
kali bertebar ladang kebaikan, di sanalah tangan-tangan penuh ketulusan dengan
sergap menyerbu dan menyulapnya menjadi ridho Ilahi. Menyantap hujan 'cinta'
Sang Kuasa. Tangis yang serupa dengan rintik hujan kini mampu menghapuskan
segala luka dan lara dalam fana.
Telaga
rindu mereka semakin dalam, menawarkan suguhan air langit yang menghapus segala
dahaga selama-lamanya. Belum cukup di situ. Keringat-keringat yang berjatuhan
pun menjadi saksi yang disimpan oleh bumi, bahwa mereka adalah para pencari
sejati. Pejuang sejati yang selalu mempersiapkan diri jika waktu akan
memanggilnya untuk kembali.
Sesosok
bunga kecil yang tengah berusaha, baiknya bercermin pada air yang jernih.
Menatap mata yang terdalam, mempersiapkan qalbu untuk sejenak memahami.
Aku...
Apa yang tengah aku ikhtiarkan untuk sebuah kata 'rindu' pada Sang Maha Cinta?
Aku...
Apa yang tengah aku garap untuk cita-cita terbentangnya 'taman indah nan abadi'
di sisi Sang Pengasih?
Aku...
Apa yang tengah aku susun untuk sebuah harapan 'bangunan termegah nan selamanya'
di istana Sang Penyayang?
Aku...
Apa yang tengah aku indahkan untuk sebuah gelar 'bidadari' yang mengharap
mahkota dari Sang Pencipta?
Jangankan
itu...
Dengan
kuat ku mengeja kata tiap kata, agar aku tak lupa...
Apa yang
kini tengah aku persiapkan demi membuka jalan yang indah untuk sebuah pertemuan
antara aku dan Dzat Pencipta yang katanya dalam hatiku telah ku sematkan
'Cinta' untuk-Nya?
Jika ada
nilai nyata yang disuguhkan, mungkin aku tak kuasa menahan penyesalan...
Yaa
Allah....
Izinkan
diri ini untuk terus didekap oleh 'maghfirah-Mu'.
Biarlah
terus ku rajut 'cinta sejati pada-Mu' yang sebenar-benarnya, meski tangan
berlumur darah, sebab aku sering terlena, terlelap dan bahkan terhenti.
Izinkan
diri ini untuk terus melangkah bersama 'rindu untuk-Mu' yang mengantarkanku
pada puncak abadi.
Meski
harus terengah-engah ku menepis semua jalan yang berkabut ujian, hingga kadang
aku salah mengarahkan kaki.
Mereka
yang lebih dulu menjadi kekasih-Mu, yang sebenar-benarnya pantas lebih dulu,
sesungguhnya tak pernah asik dengan kelimpahan kebaikan untuk diri sendiri.
Buih-buih lautan kebaikannya rela menjamah kami, untuk sejenak menyapa kami di
tepi pantai yang masih jauh dari pelabuhan. Tapi, kadang aku, kami, lebih dulu
takut untuk berlabuh sebab melihat gulungan ombak yang mengkhawatirkan.
Pandanganku
masih jauh dari pelabuhan abadi yang indah. Tapi apakah aku akan tetap di sini?
Menanti kapal yang tak melewati ombak? Mana ada! Cobalah dan teruslah lanjutkan
berlabuh, agar terbiasa dengan ombak yang menghatam tajam.
Dan...
Untuk sebuah pendakian yang tinggi...
Saat
mulai tergopoh untuk berlari dan melangkah, Kau mempersiapkan bala terntara
untuk merangkul raga.
Saat
tergelincir dan terjatuh, aku harus kembali membaca surat cinta dalam kumpulan
firman-Mu yang mampu membangkitkanku untuk terus mendaki demi mengibarkan
kebahagiaan haqiqi yang tengah ku nanti. Jangan biarkan suara-suara kegagalan
mentertawakan.
Mulailah
untuk kembali menata 'cinta' pada diri sendiri, tempatkan diri untuk menjadi
bagian kerlip cahaya yang bersinar dalam barisan keistiqomahan jalan-Nya.
Mulailah
untuk kembali menghiasi 'rindu' dengan surat lirih dalam kalbu yang mendekatkan
jarak dengan-Nya.
#Remainder
Tidak ada komentar:
Posting Komentar