Jumat, 27 Januari 2017

AKU DAN MEREKA, DALAM DIMENSI CINTA DAN RINDU

Masih dengan sekotak kasih berbalut tetesan mutiara...
Atas 'cinta' dan 'rindu' yang menggeluti skenario panggung kehidupan.

Sejatinya, nurani selalu merindu dekapan malam dalam jumpa dengan Rabbi. Selalu terselip iri pada insan yang tak henti mencintai-Nya dan mengejar cinta-Nya melalui lantunan merdu tiap lembaran mushaf yang bernada rindu penuh pengharapan. Tiap kali bertebar ladang kebaikan, di sanalah tangan-tangan penuh ketulusan dengan sergap menyerbu dan menyulapnya menjadi ridho Ilahi. Menyantap hujan 'cinta' Sang Kuasa. Tangis yang serupa dengan rintik hujan kini mampu menghapuskan segala luka dan lara dalam fana.

Telaga rindu mereka semakin dalam, menawarkan suguhan air langit yang menghapus segala dahaga selama-lamanya. Belum cukup di situ. Keringat-keringat yang berjatuhan pun menjadi saksi yang disimpan oleh bumi, bahwa mereka adalah para pencari sejati. Pejuang sejati yang selalu mempersiapkan diri jika waktu akan memanggilnya untuk kembali. 

Sesosok bunga kecil yang tengah berusaha, baiknya bercermin pada air yang jernih. Menatap mata yang terdalam, mempersiapkan qalbu untuk sejenak memahami.

Aku... Apa yang tengah aku ikhtiarkan untuk sebuah kata 'rindu' pada Sang Maha Cinta?
Aku... Apa yang tengah aku garap untuk cita-cita terbentangnya 'taman indah nan abadi' di sisi Sang Pengasih?
Aku... Apa yang tengah aku susun untuk sebuah harapan 'bangunan termegah nan selamanya' di istana Sang Penyayang?
Aku... Apa yang tengah aku indahkan untuk sebuah gelar 'bidadari' yang mengharap mahkota dari Sang Pencipta?

Jangankan itu...

Dengan kuat ku mengeja kata tiap kata, agar aku tak lupa...
Apa yang kini tengah aku persiapkan demi membuka jalan yang indah untuk sebuah pertemuan antara aku dan Dzat Pencipta yang katanya dalam hatiku telah ku sematkan 'Cinta' untuk-Nya?
Jika ada nilai nyata yang disuguhkan, mungkin aku tak kuasa menahan penyesalan...

Yaa Allah....
Izinkan diri ini untuk terus didekap oleh 'maghfirah-Mu'.
Biarlah terus ku rajut 'cinta sejati pada-Mu' yang sebenar-benarnya, meski tangan berlumur darah, sebab aku sering terlena, terlelap dan bahkan terhenti. 
Izinkan diri ini untuk terus melangkah bersama 'rindu untuk-Mu' yang mengantarkanku pada puncak abadi.
Meski harus terengah-engah ku menepis semua jalan yang berkabut ujian, hingga kadang aku salah mengarahkan kaki.

Mereka yang lebih dulu menjadi kekasih-Mu, yang sebenar-benarnya pantas lebih dulu, sesungguhnya tak pernah asik dengan kelimpahan kebaikan untuk diri sendiri. Buih-buih lautan kebaikannya rela menjamah kami, untuk sejenak menyapa kami di tepi pantai yang masih jauh dari pelabuhan. Tapi, kadang aku, kami, lebih dulu takut untuk berlabuh sebab melihat gulungan ombak yang mengkhawatirkan. 

Pandanganku masih jauh dari pelabuhan abadi yang indah. Tapi apakah aku akan tetap di sini? Menanti kapal yang tak melewati ombak? Mana ada! Cobalah dan teruslah lanjutkan berlabuh, agar terbiasa dengan ombak yang menghatam tajam.

Dan... Untuk sebuah pendakian yang tinggi...
Saat mulai tergopoh untuk berlari dan melangkah, Kau mempersiapkan bala terntara untuk merangkul raga.
Saat tergelincir dan terjatuh, aku harus kembali membaca surat cinta dalam kumpulan firman-Mu yang mampu membangkitkanku untuk terus mendaki demi mengibarkan kebahagiaan haqiqi yang tengah ku nanti. Jangan biarkan suara-suara kegagalan mentertawakan. 

Mulailah untuk kembali menata 'cinta' pada diri sendiri, tempatkan diri untuk menjadi bagian kerlip cahaya yang bersinar dalam barisan keistiqomahan jalan-Nya.
Mulailah untuk kembali menghiasi 'rindu' dengan surat lirih dalam kalbu yang mendekatkan jarak dengan-Nya.

#Remainder


Tidak ada komentar:

Posting Komentar